Cari Blog Ini

Jumat, 12 Februari 2010

SOLUSI CERDAS HEMAT ENERGI

Kita patut bangga dengan para generasi muda bangsa indonesia di masa sekarang ini. Bagaimana tidak...Di tengah carut marutnya perpolitikan indonesia saat ini yang tentu sedikit banyaknya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi bangsa, ternyata masih ada segelintir anak bangsa yang menemukan berbagai produk yang dapat menjadi solusi bagi kehidupan rakyat.
Seperti diantaranya produk yang didistribusikan oleh NASA-Karya Anak Bangsa untuk Nusantara.Diantaranya produk penghemat gas, listrik,BBM baik unuk motor atau mobil, juga penambal ban otomatis. Kesemuanya dapat menghemat pengeluaran anda hingga 40%.

TIRE TECH

Menambal kebocoran ban secara otomatis
Mudah digunakan
memperpanjang usia pakai ban

ELPINAS
Menghemat gas sampai 40%. Molekul Hidrokarbon lebih aktif. Mempunyai titik nyala (flashing point lebih tinggi). Suhu yang diinginkan menjadi lebih cepat.
STROOMNAS
Menghemat beban listrik hingga hemat 40%. Memperpanj umur pemakaian alat listrik. Memperbaiki efisiensi jaringan listrik dan mudah dalam pemasangan serta bebas perawatan
OTONAS mobil & OTONAS motor
Hemat BBM hingga 40%. Meningkatkan performa mesin hingga 3 PK. Tidak menimbulkan kerak di ruang bakar. Menghaluskan suara dan getaran mesin. Mengurangi emisi gas buang hingga 60%. Pembakaran lebih sempurna. Meningkatkan akselerasi dan efesiensi mesin. Pemasangan mudah.

Selasa, 09 Februari 2010

MELEJITKAN POTENSI PRIBADI SUKSES


Sesungguhnya tegak dan bangkit suatu ummat tidak akan pernah tercapai melainkan dengan adanya potensi-potensi dan kualitas kemampuan pada ummat itu sendiri, yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada mereka. (QS. Al-An'am: 165).
Sebuah keyakinan, bahwa segenap perubahan yang berawal dari bagusnya pemahaman dan pengembangan potensi yang dimiliki oleh ummat akan mampu membawa mereka kepada ruang perubahan yang lebih terang. Allah tidak perlu turun tangan untuk merubah mereka, karena perubahan akan tercipta dari segenap niat dan usaha mereka sendiri. (QS. Ar-Ra'd: 11).
Bagusnya sebuah pemberdayaan dan pengaturan atas potensi yang dimiliki merupakan tuntutan pembekalan yang seharusnya ada dimiliki oleh setiap individu yang menjadi bagian ummat tersebut untuk selalu menjaga dan memeliharanya. Secara garis besar semua dimaksudkan untuk dua hal:
Pertama: Sesungguhnya merupakan sunnatullâh yang tersaji dalam potensi-potensi ini, begitu sedikit terdapat pada ummat. "Hanya saja manusia laksana ratusan onta yang hampir sama sekali engkau tidak mendapatkan padanya pengembara." Adapun yang dimaksudkan dengan potensi pengembara yang setiap amal membutuhkannya: yaitu potensi itu sendiri.

Kedua: Apa yang kita lihat dari sekawanan permusuhan yang difokuskan oleh para musuh-musuh terhadap kita pada masa sekarang ini; dengan tuntutan kebutuhan ummat kepada permusuhan tadi. Sungguh ini tidak akan menghasilkan apa-apa melainkan hanya buah yang pahit. Hari-hari berlalu tanpa sedikit makna terpahami. Dan aktifitas-aktifitas masih saja begitu-begitu saja. Menjadi lubang-lubang yang tidak tertutupi, laksana sebuah ladang tak bertanah, tak ada yang nampak sama sekali.
Allah menyayangi pribadi yang mengetahui kemampuan dirinya dan mewujudkan kesyukurannya lewat beragam kreatifitas dan aktifitas pengembangan diri. Dan kasih sayang Allah juga untuk para penyeru dakwah yang mengetahui kadar kemampuannya dan potensi orang-orang di sekitarnya serta mereka berusaha dengan maksimal mengarahkan dan meletakkanya pada tempat yang tepat meskipun sangat sedikit ruang batasan dan aktifitas yang akan tercipta. Yang penting dapat membuahkan dan menghasilkan. Minimal, mendekati hasil yang diinginkan. Sesuatu yang sedikit menghasilkan dan mampu berjalan secara terus-menerus akan lebih baik daripada banyak namun jarang dan tidak membuahkan hasil sama sekali. "Bukankah Allah sangat menyukai sebentuk amal yang dapat dikerjakan terus-menerus walau sangat sedikit nilai dan rupanya!" Sebuah keberuntungan bagi para penyeru dakwah, merupakan penghematan yang dapat diwujudkan pada satu waktu dengan aktifitas-aktifitas lain dan satu bentuk sumbangsih bagi agama. Tidak ada seruan untuk kemalasan, kelemahan dan kegamangan. Tidak ada peluag bagi kerendahan semangat dan kesenangan yang fatamorgana. Ingatlah: "Sesungguhnya kewajiban itu lebih banyak dari waktu yang tersedia."
Betapa banyak kita melihat dan menyaksikan seruan kepada aktifitas-aktifitas yang beragam, akan tetapi tidak mampu untuk memancing serta menggerakkan potensi yang sudah ada. Namun berjalan sesaat untuk akhirnya kembali membuat kita tidak bisa berbuat banyak dengan potensi yang sudah ada. Menjadi bahan mentah yang tidak dapat digarap serta dikembangkan. Akankah ia menjadi nikmat namun kita tidak pandai mensyukurinya dengan kemampuan untuk mengolahnya. Sehingga setiap rintangan yang menghadang hanya dapat dihadapi dengan keluhan panjang. Lalu, "Nikmat Tuhan manakah yang kamu ingkari?".
Potensi dan kemampuan menakjubkan keluar dan mengarah kepada kita setiap hari, namun sesungguhnya apa yang dihasilkan oleh pikiran dan potensi mereka penyeru permusuhan berlawanan dengan potensi yang dimiliki oleh para penyeru kebaikan dengan luasnya kesungguhan mereka. Mereka selalu berseru: "Jika da'wah adalah bunga-bunga yg siap mekar, maka serbukkanlah sarinya agar ia mewangi ke seluruh penjuru dunia."
Maka setiap amalan hendaknya melangkah dengan langkah yang pasti dan jalur yang jelas sehingga setiap usaha yang dilakukan dapat mencapai tujuan dan tempat yang dicita-citakan. Segalanya akan condong kepada keberhasilan, dengan izin Allah SWT. Adapun penyaluran potensi dalam ruang aktifitas yang banyak dan beragam dengan tuntutan bahwa hal itu adalah gambaran kebutuhan ummat, maka sesungguhnya ini tidak akan membuahkan melainkan hanya buah yang pahit. Hari-hari berlalu tanpa sedikit makna terpahami. Dan aktifitas-aktifitas masih saja begitu-begitu saja. Menjadi lubang-lubang yang tidak tertutupi, laksana sebuah ladang tak bertanah, tak ada yang nampak sama sekali padanya.

Anugerah Waktu
Adalah sebuah kerugian yang sangat besar apabila seorang hamba tidak dapat menggunakan potensi waktu yang telah diberikan Allah, dengan sangat baik dan optimal, sebagaimana firman Allah yang tertera dalam Al Qur'an surat Al Ashr 1-3.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Menurut Nabi Muhammad saw. rata-rata usia umatnya sekitar 60 tahun. Waktu kita sama dalam sehari 24 jam. Cara kita menggunakan waktu kitalah yang membuat kita berbeda
Jadi, jelaslah bahwa waktu adalah ukuran, timbangan keuntungan dan kerugian setiap manusia. Setiap orang memiliki potensi waktu yang sama, yaitu sejumlah 24 jam atau sehari penuh, dan waktu tidak bisa direm atau dihentikan. Orang yang sukses atau orang yang gagal, ahli surga atau ahli neraka, semuanya memiliki jatah waktu sama, yang membedakannya hanyalah cara mengelola waktu tersebut.
Jika dihitung, kalau usia kita mencapai 60 tahun dan menjadikan 8 jam sehari untuk tidur, maka dalam kurun waktu 60 tahun kita telah tidur selama 20 tahun. Itu artinya sepertiga dari waktu kita digunakan untuk tidur…!!! Dan itulah kebanyakan yang dilakukan manusia.
Menyikapi surat Al Ashr, Solihin Abu Izzudin menuturkan dalam bukunya, Zero to Hero, “Surat ini merupakan intisari bahwa hidup adalah kumpulan waktu. Yang tidak mampu menggunakan waktu dialah orang yang dijamin bakal rugi, persis orang yang sudah mati.”. Seperti perkataan orang bjak, “wujuduhu ka’adamihi”, keberadannya seperti tidak adanya.
Ada tiga hal yang tidak pernah kita dapatkan kembali :
1. Kata yang telah kitaucapkan;
2. Waktu yang telah lewat
3. Momentum yang diabaiakan

Imam Syahid Hasan Al Bana mengatakan, ”Ketahuilah, kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang tersedia,maka bantulah saudaramu untuk menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya dan jika anda punya kepentigan atau tugas selesaikan segera”.
Perkataan ini meggambarkan, betapa sedikitnya waktu yang kita miliki dibandingkan dengan pekerjaan besar, amanah yang mulia dan obsesi yang harus kita realisasikan. Seringkali kita merasa tidak punya kewajiban sehingga banyak waktu yang dibuang, banyak kesempatan yang dilelang, banyak momentum yang ditendang, dan nasehat ditentang, sehingga kebaikan pun melayang. Ironisnya kita sering menuding waktu yang mengakibatkan kita tidak mampu menunaikan kewajiban. Padahal itu terjadi lebih karena kita tak mampu menata waktu dengan cermat, suka menunda-nunda pekerjaan.
Mengapa kita seringkali kehilangan momentum ? Solihin Abu Izzudin menyebutkan ada 4 faktor yang menyebabkan kita kehilangan momentum, yaitu :
1. Kurang sensitif terhadap kebaikan
2. Tidak memiliki ilmu
3. Karena Allah menunda kesuksesan kita
4. Tidak proaktif
Untuk itu, kita patut meniru kunci sukses A Agym, yaitu 3 M. Pertama, mulai dari diri sendiri. Kedua, mulai dari hal yang kecil. Ketiga, mulai dari sekarang.
Tentunya dalam mengktualisasikan potensi diri, kita tidak perlu merasa gamang. Kita dapat melihat bagaimana orang-orang yang sukses mengawali kesusesannya. Kesuksesan mereka tidak diraih begitu saja dan berlandaskan pada asas ”kebetulan”. Tetapi kesuksesan mereka dibarengi dengan kerja keras, ketabahan dan keteguhan.
Thomas Alfa Edison, melakukan percobaan hingga ribuan kali sebelum akhirnya sukses menemukan bola lampu yang sangat dibutuhkan manusia. Ketika ditany, bagaimana ia bisa bertahan setelah ribuan kali gagal? Ia menjawab, ”Saya tidak gagal, tetapi menemukan 9994 cara yang salah dan hanya satu yang berhasil. Saya pasti akan sukses karena telah kehabisan percobaan yang gagal”.
Kita pun dapat menimati hasil jerih payah dan ketabahan Charles Goodyear yang membuahkan ban yang memungkinkan mobil melaju kencang, Bethoven yang menciptakan musik yang inspiratif, Wright bersaudara yang menciptakan pesawat terbang.
Eugenio Barba, yang dikutip oleh Solihin Izzudin, menuturkan, ”Secara sederhana, kegagalan adalah situasi tak terduga yang menuntut transformasi dalam sesuatu yang positif. Jangan lupa bahwa Amerika Serikat merupakan hasil dari kegagalan total. Karena Columbus sebenarnya ingin mencari jalan ke Asia”.
Muhammad Natsir mengatakan, "Sejarah telah menunjukkan, tiap-tiap bangsa yang telah menempuh ujian hidup yang sakit dan pedih, tapi tidak putus bergiat menentang marabahaya, berpuluh, bahkan beratus tahun lamanya, pada satu masa akan mencapai satu tingkat kebudayaan yang sanggup memberikan penerangan kepada bangsa lain.", Pedoman Masjarakat, 1936

Kita terlahir ke dunia dalam keadaan tak punya dan tak tahu apa-apa. Allahlah yang menganugerahkan berbagai perangkat agar kita dapat eksis di muka bumi. Allah berfirman :

”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An Nahl : 78)
Ada sebuah ilustrasi sederhana yang menarik dituturkan Solihin Abu Izzudin. Ada sebuah gudang besar berisi tiga ton besi. Tiap satu ton berharga satu juta rupiah. Satu ton dibawa ke Jerman, diolah menjadi Mercedes Benz berharga satu milyar. Besi yang satu ton lagi dibawa ke Jepang mengolahnya menadi mobil Toyota seharga lima ratus juta rupiah. Dan yang satu ton lagi dibawa ke sebuah home industri di Jawa untuk dibuat cangkul, parang, pisau, wajan, sekop dan sejenisnya yang dilakukan dengan kerja keras dan bermandikan keringat. Jadilah alat-alat itu seharga satu setengah juta rupiah. Setelah Mercedes benz, Toyota dan cangkul serta sejenisnya dihancurkan kembali menjadi besi dan ditimbang, ternyata harganya kembali sama, masing-masing satu juta rupiah.
Dari ilustrasi ini kita dapat menarik kesimpulan, bahwa barang atau orang yang berangkat dari start yang sama bisa bernilai beda tergantung pada pengetahuan, kemauan dan kemampuan dalam memperlakukannya. Jadi kuncinya adalah bagaimana kita melakukan percepatan diri, apakah menjadi Mercedes Benz, Toyota ataukah cangkul dan sejenisnya? Wallahu A’lam bishshowab
PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT
MELALUI OPTIMALISASI PENGELOLAAN ZAKAT



Indonesia adalah bangsa yang besar dengan jumlah penduduknya lebih dari 200 juta jiwa. Mayoritas penduduknya adalah muslim, bahkan merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Tetapi nasib muslim Indonesia tidak terlalu menggembirakan, baik dari segi politik, keamanan, sosial, ekonomi dan lainnya.
Secara normatif, Islam sangat mendorong pemeluknya untuk maju. Ketika wahyu pertama turun yaitu “IQRA”, di situ secara tersurat maupun tersirat umat Islam dituntut supaya mampu menguasai segala bidang kehidupan. Ada slogan “Al-Islam ya’lu wa laa yu’laa ‘Alaih” (Islam adalah maha luhung dan tidak ada yang melampauinya). Slogan ini sering didengungkan dan diterima kebenarannya oleh umat Islam. Tetapi kenyataan real berbicara lain, di mana umat Islam berada di bawah dominasi Barat (non muslim).
Sejak Indonesia terkena krisis ekonomi, sampai saat ini tanda-tanda pulih dari krisis belum nampak. Malah dari tahun ke tahun kondisi perekonomian Indonesia makin terpuruk. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya pengangguran (sebagai dampak dari PHK, pemulangann TKI), harga-harga kebutuhan bahan pokok terus melonjak, dan utang luar negeri yang mencapai 1.400 triliun rupiah.
Menyadari kenyataan di atas, sudah saatnya umat Islam Indonesia khususnya, bangkit dari keterpurukan dan keterbelakangan. Salah satu masalah mendesak yang perlu segera mendapat perhatian adalah upaya peningkatan taraf kehidupan ekonomi umat (Islam).
Dalam Islam sudah ada ajaran zakat, yang kalau dilaksanakan dengan baik, pasti dapat mengatasi permasalahan di atas. Didin Hafiduddin pernah menyatakan bahwa bila seluruh umat Islam yang mampu mau melaksanakan kewajibannya untuk membayar zakat, akan dapat terhimpun dana sebesar 19,3 triliun rupiah pertahun. Jumlah yang sangat besar dan potensial, dalam upaya menghapuskan kemiskinan di Indonesia.

Zakat Dalam Tinjauan Islam

Zakat secara bahasa berarti kesuburan (an-nama’), kesucian (thaharah) dan keberkatan (barokah). Sedangkan secara istilah, zakat adalah sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu, untuk diberikan kepada golongan yang tertentu. (T.M. Hasbi Ash Shiddiqy, Pedoman Zakat, [Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 1999], hal. 3-5).
Ada beberapa istilah yang digunakan dengan makna zakat, seperti zakat (Q.S. 2 : 43), shodaqoh (Q.S. 9 : 60) haq (Q.S. 6 : 141), infaq ( Q.S. 9 : 34). Kedudukan zakat dalam Islam merupakan salah satu rukun Islam. Dalam Qur’an penyebutan perintah zakat sering kali diiringi dengan perintah shalat. Sebanyak 28 kali Allah menyebutkan perintah shalat yang diiringi dengan perintah zakat.
Tidak dinafikan bahwa yang paling dicintai oleh manusia di dunia ini, adalah harta dan kekayaan. Mengeluarkan harta untuk kepentingan ataupun hak orang lain bisa lebih berat dari pada shalat sekalipun. Islam dalam syari’atnya menerapkan sistem zakat bukan sebagai simbol kedermawanan semata. Tetapi zakat merupakan alat ujii kepatuhan seorang muslim dalam melaksanakan kewajiban atau amanahnya kepada masyarakat. Mengingkari zakat sudah dipandang sebagai pembangkang terang-terangan terhadap agama, seperti kasus penduduk Batha’ah yaitu ketika Khlafifah Abu Bakar memimpin pemerintahan Islam sepeninggal Rasulullah S.a.w. tahun 632-634 M, pernah mendekritkan operasi militer terhadap negeri Batha’ah. Khalifah waktu itu mengeluarkan peringatatan, “Demi Allah, akan saya perangi siapa saja yang memisahkan antara kewajiban shalat dan kewajiban zakat”. (Buletin Al-Mukarromah Hidayatullah Garut, Zakat Kewajiban yang Sering Terlupakan, [Garut, Hidayatullah : t.t.], hal. 1-2)
Kefarduan zakat sudah disepakati oleh seluruh umat Islam berdasarkan Qur’an, hadits dan ijma’. Orang yang enggan mengeluarkan zakat diancam oleh Allah sebagaimana tercantum dalam surat At-Taubah 34-35.

Persyaratan Harta Menjadi Objek Zakat

Tidak diragukan lagi bahwa objek zakat yang disepakati oleh para ulama meliputi zakat perdagangan (tijaroh), emas dan perak (naqdain), pertanian, peternakan, barang tambang (ma’din) dan harta karun (rikaz). Landasan pewajiban objek zakat ini berdasarkan Qur’an dan hadits.
Meskipun demikian, masih ada perbedaan pendapat di kalangan ulama baik mutaqaddimin maupun muta’akhirin tentang beberapa persolan seputar zakat. Misalnya tentang zakat perdagangan. Ada ulama yang menetapkan keharusan nishab dan haul, sementara yang lain berpendapat tidak ada. Begitu pula perbedaan antara apakah zakat perdagangan itu diambil dari modal atau dari aset keseluruhan beserta keuntungan ?
Perbedaan lainnya terhadap jenis pertanian yang diolah dengan bantuan mesin dan irigasi tetapi juga dibantu dengan air hujan, apakah zakatnya 5 % atau 10 % ? Tentang emas dan perak yang dijadikan perhiasan (bukan simpanan) apakah ada zakatnya ataukah tidak ?, dalam hal inipun ada perbedaan pendapat.
Terlepas dari semua perbedaan pendapat di atas, kitapun dihadapkan kepada suatu kenyataan di alam modern ini. Pada masa sekarang, roda perekonomian sedemikian maju dan pesat. Banyak jenis transaksi ekonomi modern yang belum terjadi pada masa Nabi S.a.w. Misalnya perusahaan, suarat-surat berharga (saham dan obligasi), perdagangan mata uang, profesi dan yang lainnya.
Menyikap hal ini di kalangan ulama ada dua pendapat :
Pertama, sebagian ulama (seperti Ibnu Hazm dan Madzhab Zahiriyyah, termasuk di dalamnya PERSIS) menyatakan bahwa zakat merupakan persoalan ibadah mahdhah yang sudah diatur dalam Qur’an dan hadits. Karenanya, objek zakat terbatas kepada apa-apa yang sudah dijelaskan dan dipraktekkan di masa Nabi S.a.w. Memasukkan objek zakat di luar ketentuan adalah perbuatan bid’ah.
Kedua, sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa zakat merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang sifatnya dinamis. Penentuan objek zakat pada masa Nabi S.a.w. disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan perekonomian saat itu. Pengeloalan harta dan jenis usaha pada masa Nabi terbatas pada beberapa sektor usaha, sehingga ketentuan zakatpun terbatas pada usaha-usaha yang ada. Semenatara pada saat ini jenis dan ragam sektor ekonomi begitu banyak.
Pendapat kedua mengemukakan bahwa Qur’an dan hadits dalam menentukan harta sebagai objek zakat menggunakan dua pendekatan, yatiu tafshili (rinci) dan ijmali (global). Secara tafshili, dikemukankan dalam Qur’an dan hadist beberapa jenis harta yang menjadi objek zakat, yaitu zakat pertanian seperti dikemukakan dalam Q.S. 6 : 141. Zakat emas dan perak dikemukakan dalam Q.S. 9 : 34-35 dan beberapa hadits. Zakat peternakan dikemukakan dalam beberapa hadits Nabi. Zakat industri barang tambang dan hasil temuan (rikaz) dikemukakan dalam hadits Nabi.
Sedangkan pendekatan ijmali (global) yaitu Qur’an menyebutkannya dengan ungkapan umum seperti dikemukakan dalam Q.S. 2 : 267. Sektor ekonomi modern yang berkembang dari waktu ke waktu jelas termasuk objek zakat yang sangat potensial. Misalnya penghasilan yang didapat melalui keahlian, yang sering disebut dengan zakat profesi, seperti profesi dokter, dosen, pegawai, konsultan, pengacara, perancang dan lain sebagainya. Demikian pula usaha sarang burung walet, usaha tanaman anggrek, usaha investasi proferti dan sektor-sektor modern lainnya yang kini semakin bervariasi. (Didin Hafidhuddin dalam Suara Hidayatullah 07/XIV/Sya’ban-Ramadhan 1422, hal. 88).
Yusuf Qardhawi berpandangan bahwa semua kekayaan yang berkembang (an-nama’) pantas menjadi sumber dan objek zakat berdasarkan pernyataan-pernyataan umum Quir’an dan hadits. Lebih lanjut beliau mengemukakan 6 alasan :
1. Teks-teks global Qur’an dan hadits menegaskan bahwa setiap kekayaan mengandung di dalamnya hak orang lain, “wa fi Amwaalihim haqqun lis-saaili wal mahruum.”
2. Semua orang kaya perlu membersihkan dan mensucikan diri. Membersihkan diri itu adalah dengan mengorbankan harta dan mensucikan diri adalah dari kotoran-kotoran kekikiran dan sifat mementingkan diri sendiri.
3. Semua kekayaanpun sesungguhnya perlu dibersihkan dari kotoran-kotoran yang munkin saja tersangkut pada waktu mencarinya. Membersihkan kekayaan itu adalah dengan cara mengeluarkan zakatnya.
4. Zakat diwajibkan untuk menutupi kebutuhan fakir miskin, dan mustahik lainnya. Menutupi keperluan mereka itu haruslah merupakan kewajiban setiap orang yang mempunyai kekayaan.
5. Qiyas merupakan salah satu sumber hukum. Oleh karena itu kita memandang perlu dianalogikannya semua kekayaan yang berkembang dengan kekayaan yang ditarik zakatnya oleh Rasulullah S.a.w.
6. Kita tidak mengingkari kesucian kekayaan orang muslim dan hak pemilik pribadinya, tetapi kita berpendapat bahwa hak Allah atau dengan kata lain hak masyarakat dalam kekayaan itu dan demikian juga hak orang-orang yang memerlukannya seperti fakir miskin, juga tegas terdapat di dalamnya. (Yusuf Qardhawi, Fiqhuz zakat, terjemahan Salman Harun dkk., Hukum Zakat, [Jakarta : Litera Antar Nusa, 2001), hal. 146-148.
Didin Hafidhuddin berpendapat bahwa zakat itu dikeluarkan dari harta konkret yang bernilai dalam pandangan manusia dan dapat digunakan menurut galibnya. Dengan demikian, segala harta yang secara konkret belum terdapat contohnya di zaman Nabi S.a.w., tetapi dengan perkembangan perekonomian modern sangat berharga dan bernilai, maka termasuk kategori harta yang apabila memenuhi syarat-syarat kewajiban zakat, harus dikeluarkan zakatnya. (Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, [Jakarta : Gema Insani, 2002), hal. 17-18.
Sudah saatnya kita membahas dan mengkaji ulang persoalan zakat, sehingga diharapkan ada kesamaan dan kebersamaan langkah untuk memberdayakan umat dengan zakat. Kita tidak puas hanya dengan mengandalkan pemahaman ulama-ulama terdahulu, tetapi kitapun harus melihat perkembangan perekonomian dan perkembangan ijtihad di kalangan ulama.



Optimalisasi Pengelolaan Harta

Harus diakui bahwa pengelolaan zakat belum optimal. Kesadaran para aghniya untuk mengeluarkan zakat belum merata, di tambah dengan sosialisasi persoalan zakat masih kurang. Padahal sejarah telah membuktikan, baik pada masa Nabi S.a.w. ataupun Khulafa Rasyidin bahwa zakat mampu meningkatkan taraf kehidupan umat. Dalam sejarah, pada masa Umar bin Abdul Aziz, dengan pengelolaan zakat secara profesional, ternyata umat yang tadinya ketinggalan dari segi ekonomi, akhirnya mampu merubah diri dari mustahik menjadi muzakki. Ketika ada dana zakat untuk fakir miskin, begitu akan disalurkan, sulit ditemukan fakir miskin.
Dari segi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen penting dalam pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Zakat merupakan distribusi harta yang egaliter, dan bahwa sebagai akibat dari zakat, harta akan selalu beredar. Zakat adalah sumber kas negara, sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Qur’an. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi pada satu tangan, dan pada saat yang sama akan mendorong umat untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi. Zakat juga merupakan institusi komprehensif untuk distribusi zakat, karena hal itu menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai atau melewati nishab. (Didin Hafidhuddin, Suara Hidayatullah, loc.cit.)
Untuk mencapai pengelolaan zakat yang profesional, sehingga zakat menjadi soko guru kehidupan perekonomian dan berdampak pada pemberdayaan ekonomi umat, ada beberapa agenda yang patut mendapat perhatian bersama, yaitu :
1. Pengelolaan zakat tidak cukup berpindahnya harta zakat dari muzakki kepada mustahik. Lebih penting dari itu pengelolaan zakat ini melalui badan yang namanya ‘amil zakat, meskipun secara hukum fiqih penyaluran zakat dari muzakki kepada mustahik secara langsung adalah sah.
2. Peningkatan profesionalisme kerja para ‘amil zakat. Selama ini (bahkan sejak Orde Baru) di Indonesia sudah ada Badan ‘Amil Zakat (BAZ), tetapi kepercayaan umat untuk menitipkan dana zakatnya kepada badan ini sangat kurang. Karena itu, untuk menumbuhkan kepercayaan dari umat, para pengelola zakat harus mampu bekerja secara profesional. Yaitu dengan administrasi dan distribusi yang baik, pengumpulan dan pengelolaan data muzakki dan mustahik, di samping tentunya para ‘amil tadi harus amanah.
3. Pengelolaan zakat tidak hanya sekedar bersifat konsumtif. Sebab jika ini yang terjadi, maka upaya meningkatkan dan memberdayakan ekonomi umat tidak akan berhasil. Sudah saatnya dipikirkan agar para mustahik seperti fakir miskin tidak selalu pada posisi al-yadus sufla, tetapi suatu saat berubah menjadi al-yadul ‘ulya.
4. Aspek penyuluhan dari para ulama dan ahli zakat memegang peranan penting. Masih dirasakan jarang ada pembahasan zakat pada moment khutbah dan pengajian.
Di lapangan kita sudah bisa mencermati ada beberapa Lembaga ‘Amil Zakat (LAZ) yang mampu mengelola zakat secara profesional. Sebut saja misalnya Dompet Dhu’afa (DD), Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), dan Dompet Sosial Ummul Quro’ (DSUQ). Tentunya kita harus bercermin kepada keberhasilan mereka dalam mengelola zakat. Alhamdulillah PERSIS-pun ikut berperan aktif dengan telah terbentukny LAZ PERSIS PZU (Pusat Zakat Umat).
Pemerintah Indonesia sudah mengesahkan Undang Undang Zakat no. 38 tahun 1999. Ini adalah kesempatan buat kita untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan zakat secara profesional. Harapan agar masyarakat Indonesia dapat meningkat taraf kehidupan ekonominya, Insya Allah akan tercapai. Penerapan pajak ternyata belum mampu mengeluarkan Indonesia dari kertertinggalan. Sudah saatnya dipikirkan dan dirumuskan bahwa zakat mampu menjadi soko guru kehidupan perekonomian umat Islam Indonesia yanbg mampu memberdayakan umat. Wallahu A’lam.
SHADAQAH, INFAQ DAN ZAKAT

ZIS, istilah ini sering terdengar oleh kita semua. Kepanjangan dari ZIS adalah Zakat, Infaq dan Shadaqah. Untuk pemahaman zakat, secara umum, umat Islam dapat dipastikan mengetahuinya sebagai salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan. Meskipun rincian mengenai hakekat zakat masih banyak umat Islam yang belum memahaminya. Untuk istilah Infaq dan Shadaqah, ada yang menganggapnya sebagai dua istilah dengan pengertian yang sama. Ada juga yang membedakannya, namun tidak jarang ketika ditanyakan apa perbedaan antara keduanya, ternyata tidak bisa menjelaskannya.
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan singkatan yang terbalik yaitu SIZ (Shadaqah, Infaq dan Zakat). Hal ini bukan tanpa alasan. Penulis melihat bahwa dari segi cakupan pengertian, makna shadaqah lebih umum dari pada infaq. Begitu pula pengertian infaq lebih umum dari pada zakat. Untuk keperluan itulah, penulis sengaja membahas dari istilah yang lebih umum dulu, baru kemudian istilah yang lebih spesifik, tanpa mengurangi pengistilahan yang “baku” yaitu ZIS (Zakat, Infaq dan Shadaqah).

Makna Shadaqah
Ali bin Muhammad al-Jarjani mengemukakan “Shadaqah adalah suatu pemberian di mana kita mengharapkan dengannya mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala”. (At-Ta’rifat : 132)
Definisi ini menegaskan bahwa shadaqah itu ditujukan untuk setiap amal kebaikan secara umum baik materil maupun non materil.
Shadaqah bermakna amal materi, seperti firman Allah : "Perkataan yang baik dan pemberian ma`af lebih baik dari shadaqah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun." (Q.S. al-Baqarah : 263)
Ayat ini merupakan rangkaian ayat al-Qur’an yang membahas infaq. Maka, istilah shadaqah dalam ayat ini konteksnya rangkaian keterangan tentang infaq.
Begitu pula, didapatkan keterangan dalam hadits Nabi saw yang menjelaskan pengertian shadaqah sebagai amal materi, di antaranya : Dari Abu Mas’ud dari Nabi saw ia bersabda : “Bila seseorang berinfaq kepada keluarganya dengan penuh pengharapan (pahala), maka hal itu baginya merupakan shadaqah.” (H.R. Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ahmad dan Ad-Darimi)
Selain, pengertian shadaqah sebagai amal materi, didapatkan juga keterangan bahwa shadaqah itu bermakna juga amal sholeh non-materi, di anataranya : Dari Abu Dzar, ia berkata : ”Rasulullah saw bersabda : “Senyummu ke wajah saudaramu bagimu menjadi shadaqah. Amar ma’ruf dan nahyi munkar adalah shadaqah. Engkau menunjukkan jalan kepada orang lain di tempat yang sesat bagimu menjadi shadaqah. Penglihatanmu (pertolonganmu) kepada seseorang yang jelek pandangannya (buta atau tidak jelas penglihatan) bagimu menjadi shadaqah. Engkau menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan bagimu menjadi shadaqah. Engkau mengosongkan timbaanmu untuk timbaan saudaramu bagimu menjadi shadaqah.” (H.R. At-Tirmidzi)

Makna Infaq
Ali bin Muhammad al-Jarjani menjelaskan pengertian infaq : “Infaq adalah menyalurkan harta kepada kebutuhan”. (At-Ta’rifat : 57)
Definisi ini menjelaskan bahwa infaq itu berkaitan dengan amal materi (harta/mal). Allah swt berfirman : Orang-orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang diinfaqkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. al-Baqarah : 262)
Dalam ayat ini, penggunaan istilah infaq diiringi dengan kata amwal (harta). Dalam ayat lain, istilah infaq diiringi dengan rizqi, sebagaimana firman Allah swt. : (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menginfakkan sebahagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (Q.S. al-Baqarah : 3)
Untuk kesempurnaan berinfaq, ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian, di antaranya berinfaq dari sesuatu (harta) yang dicintai (masih berguna). Allah swt. berfirman : Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Q.S. Ali Imron : 92)
Begitu pentingnya umat Islam berinfaq, sampai-sampai malaikat saja berdo’a untuk orang yang berinfaq, sebagaimana sabda Nabi saw. : Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda : “Tiada suatu haripun di mana seorang hamba memasuki waktu pagi kecuali dua malaikat turun. Malaikat yang satu berkata : “Ya Allah, berikan kepada orang yang suka berinfaq penggantinya. Dan malaikat yang lain berkata : “Ya Allah, berikan kepada orang yang menahan harta (kikir) kerugian.” (H.R. Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Infaq sebagaimana definisi di atas, berkaitan erat dengan amal materi (harta). Pengeluaran materi berupa infaq ada yang status hukumnya wajib seperti zakat dan nadzar, ada juga yang sunat seperti hibah, hadiah, wakaf dan lainnya. Bahkan infaq dalam pengertian umum harus dilakukan oleh setiap orang mukmin sebagai tanda ketaqwaannya baik dalam suka maupun duka, lapang maupun sempit. Allah swt. berfirman : (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S. Ali Imron : 134)

Makna Zakat
Zakat secara bahasa artinya adalah barokah, tumbuh, suci, damai dan bersihnya sesuatu. Sedangkan zakat secara syara’ adalah hitungan tertentu dari harta dan sejenisnya di mana syara’ mewajibkan untuk mengeluarkannya kepada orang-orang fakir dan yang lainnya dengan syarat-syarat khusus. (Al-Mu’jam Al-Wasith : 396)
Makna zakat dalam al-Qur’an disebutkan dengan beberapa istilah, di antaranya :
1. Zakat itu sendiri, seperti firman Allah swt. : “Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui”. (Q.S. At-Taubah : 11)
2. Shadaqah, sebagaimana firman Allah swt. : “Ambillah shadaqah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. At-Taubah 103)
3. Infaq, sebagaimana firman Allah swt. : “Hai orang-orang yang beriman, berinfaqlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu infaqkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Q.S. Al-Baqarah : 267)
Secara umum, zakat terbagi kepada dua bagian, yaitu :
a. Zakat diri (zakat an-nafs), yaitu zakat fitrah yang diwajibkan kepada segenap kaum muslimin, laki-laki maupun perempuan, orang dewasa maupun anak kecil termasuk bayi yang masih dalam kandungan, orang tuanya wajib mengeluarkan zakat bayinya. Rasulullah saw. bersabda : Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata : "Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha' kurma atau satu sha' gandum. Kewajiban itu dikenakan kepada hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari orang-orang Islam. Dan beliau memerintahkannya supaya ditunaikan sebelum orang-orang keluar menuju (tempat) shalat. (H.R. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan Ad-Darimi)
b. Zakat harta (zakat mal), yaitu zakat yang diwajibkan kepada pemilik harta ketika terpenuhi syarat-syaratnya seperti nishab dan haul, walaupun tidak semua zakat mal ada nishab dan haul. Di antara jenis zakat mal seperti perdagangan (tijaroh), pertanian (ziro’ah), hewan ternak (an’am), emas dan perak (naqdain) termasuk di dalamnya mata uang, harta temuan (rikaz) dan barang tambang (ma’din).
Berbeda dengan infaq dan shadaqah dalam pengertian umum, pengelolaan zakat disunnahkan melalui lembaga amil (Q.S. At-Taubah : 60). Dalam praktek di masa Nabi saw, beliau mengirimkan utusan ke berbagai daerah untuk mengelola (menghimpun dan mendistribusikan) zakat. Beberapa hikmah zakat lewat amil adalah :
a. Pendayagunaannya akan lebih optimal.
b. Muzakki tidak merasa telah berbuat baik kepada mustahik, sebab harta zakat adalah hak mereka.
c. Mustahik tidak merasa berhutang budi kepada muzakki.
Kelemahan di masyarakat kita, pengelolaan zakat lewat lembaga amil baru terbatas zakat fitrah, sementara untuk zakat mal belum optimal. Padahal potensi dari zakat mal itu jauh lebih besar dari pada zakat fitrah. Wallahu A’lam.

Minggu, 31 Januari 2010

Membudayakan Gemar Membaca

A. Pendahuluan
Membaca merupakan kegiatan yang mudah dilakukan sekaligus menyenangkan. Dengan membaca kita dapat melanglang buana menikmati berbagai hal yang menarik, berbagai hal yang imajinatif. Dengan membaca, dunia akan terbuka lebar. Segala informasi dapat kita serap melalui kegiatan membaca. Orang bijak mengatakan, “buku adalah jendela dunia”.
Tapi sangat disayangkan, tidak banyak orang yang dapat menikmati kegiatan tersebut. Kita mungkin sudah membaca, tetapi setiap kali selesai membaca, kita tidak mendapatkan atau merasakan manfaat dari kegiatan membaca. Atau, mungkin kegiatan tersebut justru menyiksa kita, sehingga kita tidak dapat merasakan manfaat membaca secara langsung. Alhasil, hanya sedikit orang yang menjadikan kegiatan membaca buku sebagai hobbinya.
Oleh karena itu, kita perlu mencari faktor penyebab “kegagalan” memperoleh manfaat dari kegiatan membaca, lalu mencari solusi, sehingga kegiatan membaca menjadi kegiatan yang menyenangkan dan pada akhirnya, membaca menjadi kegemaran masyarakat kita. Tentunya dengan harapan, masyarakat menjadi lebih cerdas, lebih maju dan lebih kritis yang dilandasi pada pemikiran yang arif dan bijaksana. Sehingga pada gilirannya akan mampu membangun bangsa yang berperadaban yang mampu bersaing secara global dengan masyarakat internasional.
Dalam tulisan ini akan dibpaparkan pentingnya membaca dan upaya-upaya yang mesti dilakukan untuk membangun budaya gemar membaca di kalangan masyarakat Indonesia.


B. Manfaat Membaca
Membaca berasal dari kata dasar baca yang artinya memahami arti tulisan. Membaca adalah salah satu proses yang sangat penting untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Tanpa bisa membaca, manusia dapat dikatakan tidak bisa hidup di zaman sekarang ini. Sebab hidup manusia sangat bergantung pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itu, salah satunya dengan cara membaca.
Membaca, telah menjadi identitas sekaligus simbol bagi orang yang berpikiran maju, bagi orang yang ingin meraih kesuksesan. Namun di zaman sekarang ini, nampaknya sebagian besar masyarakat kita kurang memiliki minat membaca. Hal ini diakibatkan oleh pertama, sebagian masyarakat kurang atau bahkan tidak memiliki tehnik dalam membaca, sehingga pada saat membaca timbul rasa malas, bosan, dan mengantuk. Kedua, mereka kurang merasakan manfaat dari kegiatan membaca. Ketiga, kurangnya keteladanan gemar membaca dalam kehidupan masyarakat kita
Rabb, Sang Pengatur, Pemelihara, dan Pendidik telah berfirman melalui Al Quran al Karim dalam surat Al ’Alaq ayat 3 yang sangat populer baik di kalangan masyarakat awam maupun di masyarakat pendidik, bahkan anak usia TK telah hafal dengan baik ayat ini.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (١)خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (٢)اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ (٣)
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah” (Q.S. Al ‘Alaq (96) : 1-3)
Mengapa Allah Yang Maha Kasih secara khusus menyinggung kegiatan membaca dalam Al Qur’an? Bahkan bentuk kata yang digunakan adalah bentuk amr (perintah). Jawabannya sangat mudah dipahami oleh nalar kita, bahwa Tuhan dengan kasih sayang-Nya hendak menunjukkan betapa besar manfaat yang akan diraih oleh orang-orang yang secara ikhlas menjalankan perintah membaca, baik membaca tulisan (Al Quran,buku) atau membaca alam raya.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ustadz M. Quraish Shihab dalam karyanya Tafsir Al Mishbah : “Dalam ayat ketiga ini (baca : Q.S. Al ‘Alaq ayat ketiga) Allah menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca dengan ikhlas karena Allah, maka Allah akan menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-itu juga”.
Lebih dalam, beliau menjelasan makna (الأكرم) al-akram pada ayat ketiga surat al-Alaq :
Kata (الأكرم) al-akram yang berbentuk superlative adalah satu-satunya ayat di dalam al-Qur’an yang menyifati tuhan dalam bentuk tersebut. Ini mengandung pengertian bahwa Dia dapat menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi setiap hamba-Nya, terutama dalam kaitannya dengan perintah membaca. Dari sini kita tidak wajar memahami perintah membaca yang kedua ini hanya terbatas tujuannya untuk menolak alasan Nabi “saya tidak dapat membaca”, tidak pula sekedar untuk menanmkan rasa percaya diri, atau berfungsi pengganti “mengulang-ulang bacaan”, tetapi jauh lebih dalam dan lebih luas, seluas pengertian kata Akram yang berbentuk superlatif dan seluas kata Karam yang menifati Allah swt. Sebagai makhluk kita tidak dapat menjangkau betapa besar Karam Allah swt. Karena keterbatasan kita di hadapan-Nya. Namun demikian sebagian darinya dapat diungkapkan sebagai berikut.
”Bacalah wahai Nabi Muhammad, Tuahanmu akan menganugerahkan dengan sifat kemurahan-Nya pengetahuan tentang apa yang tidak engkau ketahui. Bacalah dan ulangi bacaaan tersebut walaupun objek bacaannya sama, niscaya Tuhanmu akan membrikan pandangan akan serta pengertian baru yang tadinya engkau belum peroleh pada bacaan pertama dalam objek tersebut”.”Bacalah dan ulangi bacaan, Tuhanmu aakan memberikan mafaat kepadamu, manfaat yang banyak tidak terhingga karena Dia Akram, memilii segala macam kesempurnaan.”

Dari sini kita dapat memahami betapa besar kasih dan sayang Allah swt. kepada hamba-Nya yang dengan ikhlas menjadikan kegiatan membaca sebagai rutinitas. Sehingga, betapa naifnya kita, ketika kita tidak berusaha memasukkan membaca dalam deretan kegiatan rutin sehari-hari, mengingat besarnya manfaat yang akan diperoleh. Namun, ada hal yang perlu kita garis bahawi, bahwa kegiatan membaca akan menunjukkan manfaatnya jika kegiatan tersebut dilakukan secara berulang dan kontinyu. Dengan pengulangan tersebut, manfaatnya akan dapat dirasakan dalam dan nyata.
Ustadz M. Quraish Shihab menyebutkan manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan membaca, baik membaca tulisan atau membaca alam raya, yaitu :
1. Melahirkan penafsiran-penafsiran baru atau pengembangan dari pendapat-pendapat baru yang telah ada.
2. Memunculkan penemuan-penemuan baru (discovery) yang membuka rahasia-rahasia alam.
Selanjtnya, perlu dipaparkan di sini beberapa contoh nyata manfaat membaca. Berikut ini adalah kutipan penuturan para penggila buku melalui sebuah buku yang berjudul “Dapur Kreatifitas para juara”.
1. Dian Yasmina Fajri menuturkan, “Saya ingat, awalnya saya memang suka sekali membaca dari bungksan cabe hingga buku-buku agama dan filsafat, koleksi buku kepunyaan Bapak, saya lahap. Saya bisa seharian membaca di lorong kamar saya. Kalau bukan karena panggian adzan dan perut (baca : shalat dan lapar) mungkin saya tidak keluar dari lorong. Hal ini, kadang membuat ibu saya marah, sebab pekerjaan rumah saya jadi terbengkalai. Kadang Bapak saya melarang untuk membaca buku-buku yang atanya “berat”. Saya malah tambah tertarik waaupun saya tidak mengerti isinya. Tetapi sungguh, beberapa tahun kemudian ketika realitas dan faka-faktta masuk ke memori aal saya, buku-buku yang dulu tidak saya mengerti itu seperti menunjang pengetahuan saya yang meudahkan saya untuk mengerti apa yang sedang terjadi.
2. Palris Jaya pengarang buku “Dijemput Malaikat” yang merupakan buku cerita fiksi menuturkan, “Kenapa saya menulis? Sebabnya sederhana sekali, saya suka membaca. Saya kecanduan membaca begitu saya bisa membaca ketika saya kelas 2 sekolah dasar. Apa saja saya baca. Bahkan lembaran majalah bekas bungkus cabe dan ikan asinpun saya baca. Di tengah jalan, menemukan selembar kertas koranpun saya akan membacanya.” Selanjutnya dari keranjingannya membaca, beliau banyak meraih kejuaraan menulis dalam berbagai lomba, selain buku Dijemput Malaikat.
Dalam sebuah talkshow, Hernowo menuturkan bahwa membaca adalah gizi otak. Dengan membaca, kabel-kabel (baca : sel-sel saraf ) dalam otak akan tersambung satu sama lain sehingga mengurangi kerusakan otak dan dapat menghindarkan pelaku membaca dari kepikunan.
Edward De Bono, pengarang sejumlah buku tentang pikiran dan proses berpikir, menyebut penyambungan antar sel dalam otak sebagai proses pengenalan pola dan penyempurnaan pola pikiran. Joyce Wycoff, dalam buku ”Menjadi Super Kreatif melalui Pemetaan Pikiran” memaparkan pemikiran De Bono, bahwa sewaktu memasuki pikiran, informasi berada dalam saluran , pola tersebut akan diaktifkan. Pikiran secara otomatis ”mengoreksi” dan ”melengkapi” informasi untuk memilih dan mengaktifkan sebuah pola.

C. Berbagai Jenis Membaca
Terdapat 3 cara umum membaca di dalam kehidupan sehari-hari dilihat dari apa tujuan proses membaca tersebut.
1. Membaca sebagai hiburan tanpa perlu memeras otak terlalu keras. Bacaan yang mengandung unsur hiburan disini contohnya novel, cerpen, komik, majalah ringan dll.
2. Membaca untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang tujuannya adalah mencari dan memahami ilmu yang terkandung dalam bacaan tersebut.
3. Membaca kritis. Membaca disini sama dengan membaca untuk mencari ilmu. Namun membaca disini diikuti oleh proses menelaah isi bacaan tersebut, misalnya dengan pertanyaan-pertanyaan apa itu?, mengapa bisa terjadi?, oleh siapa?, kapan?, dimana? dan bagaimana itu bisa terjadi? Dalam membaca kritis, kita membuat bacaan sebagai lawan yang harus dikalahkan dengan cara mengetahui dan memahami seluruh isinya.
Membaca dengan menggunakan metode membaca kritis akan menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Kita tidak hanya diminta untuk memahami isi bacaan tapi juga diajak berpikir kreatif mengenai isi tersebut. Berikut adalah aturan main dalam membaca kritis di bawah ini :
1. Melakukan survei isi buku. Langkah awal yang harus kita lakukan adalah membaca terlebih dahulu bahan bacaan secara sepintas pada bagian-bagian tertentu saja. Tujuannya adalah mendapatkan gambaran umum mengenai bacaan tersebut. Bagian-bagian yang perlu diperhatikan adalah :• Paragraf awal, paragaraf akhir dan juga beberapa paragraph di tengah. Bagian daftar isi, gambar-gambar, tabel dan grafik yang memiliki gambaran umum mengenai bacaan tersebut.
2. Membuat pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini biasanya akan timbul pada saat kita melakukan survei. Jika tidak terdapat pertanyaan, usahakan cari apa yang kita tidak mengerti, minimal ada sebuah kata yang kita tidak tahu artinya dan beri tanda pada bagian-bagian yang tidak dimengerti tersebut.
3. Membaca. Merupakan langkah dominan dalam metode ini. Membaca disini sebagai langkah untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses survei. Baca dengan teliti dan seksama paragraf demi paragraf, bagian demi bagian untuk menangkap pokok-pokok pikiran dari tiap bagian. Usahakan jangan pindah bagian jika kita belum mengerti dan memahami bagian tersebut.
4. Evaluasi. Merupakan langkah dimana terdapat pertanyaan apakah kita sudah menguasai bahan? Yakinkan bahwa kita sudah memahami bahan bacaan tersebut. Jika belum, coba cari apa yang anda tidak mengerti dan temukan jawabannya.
5. Meninjau ulang. Merupakan langkah terakhir kita dalam membaca kritis. Cobalah kita tutup dulu bukunya, kemudian pikirkan apa yang sudah didapat dari bacaan tersebut. Tuliskan hasil pikiran tersebut dalam secarik kertas, dan bandingkan dengan apa yang terdapat pada buku bacaan.

D. Upaya Konkret Membudayakan Gemar Membaca
Bagi masyarakt kita, yang memiliki problem membaca dengan berbagai latar belakang atau alasan seperti yang telah disinggung di atas harus segera diberikan solusi. Dengan solusi ini diharapkan problematika membaca yang menghantui masyarakat kita dapat disingkirkan sejauh mungkin. Dan lebih jauh lagi, diharapkan dapat membangkitkan budaya gemar membaca yang manfaatnya telah diuraikan di atas.
Berikut adalah kiat-kiat untuk merangsang membaca menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Persiapan Sebelum Membaca
1. Pilihlah waktu yang menurut kita sesuai untuk membaca. Waktu yang sesuai disini adalah waktu di mana tidak terdapat gangguan, baik dari luar maupun dari dalam diri kita. Waktu yang sesuai disini hanya kita sendiri yang tahu kapan. Namun, sebagain besar orang percaya bahwa waktu yang baik untuk membaca, khususnya buku pelajaran, adalah di pagi hari.
2. Pilihlah tempat dan suasana yang sesuai untuk membaca, yaitu tempat yang terang, sejuk, bersih, nyaman, tenang dan rapih menurut kita sendiri.
3. Pastikan posisi membaca kita adalah posisi yang benar. Posisi yang benar pada waktu membaca adalah duduk dengan posisi badan tegak, tidak bungkuk, dan pastikan jarak antara buku dengan mata kita kurang lebih 30cm.
4. Siapkan juga hal-hal yang biasanya membantu kita dalam membaca, seperti pensil atau spidol.
5. Mengawali membaca dengan berdoa terlebih dahulu supaya ilmu yang kita dapatkan bermanfaat.
Dalam kaitannya menyebarluaskan budaya gemar membaca,Hernowo, dalam tulisannya di sebuah bulletin menuturkan, bahwa bukan tehnik atau penguasaan atas tehnik membaca yang penting. Yang lebih penting adalah :
1. Keteladanan membaca
2. Penampakan gairah dan semangat membaca
3. Penyebaran manfaat langsung dan konkret membaca
Selain itu, gemar membaca perlu dikenalkan sejak usia dini. Meski anak belum dapat membaca dan memahami membaca, namun pengenalan membaca sejak dini dapat memupuk semangat dan gairah membaca pada diri anak. Tentunya upaya ini juga harus mempertimbangkan jenis buku yang disuguhkan sehingga dapat menarik minat anak. Juga yang tak kalah pentingnya adalah skill orang tua atau guru dalam membacakan buku tersebut harus semenarik mungkin. Pembacaan buku dengan cara yang menarik akan dapat menumbuhkan “kepenasaran” mereka untuk terus menikmati buku.
Realitas yang terjadi di masyarakat kita yang harus kita akui adalah kita masih kekurangan atau bahkan kesulitan sama sekali menemukan teladan membaca. Banyak sekali orang yang mungkin gemar membaca, namun menyembunyikan kegiatan membacanya di ruangan tertutup. Generasi muda perlu melihat secara langsung keasyikan membaca. Mereka perlu contoh konkret tentang bagaimana membaca dapat dijalankan dengan menyenangkan dan dapat menghadirkan manfaat.
Kita dapat meniru bagaimana masyarakat Jepang yang begitu keranjingan terhadap kegiatan membaca. Sambil berjalan menuju tempat bekerja mereka membaca buku. Ini menandakan bahwa membaca adalah bagian dari kehidupan mereka, tiada hari tanpa buku.
Memang melahirkan membaca yang menyenangkan itu tidak mudah. Selain penularan tehnik-tenik membaca, kita perlu menciptakan semacam kegairahan membaca. Bagaimana caranya agar perpustakaan tidak sepi seperti kuburan? Bagaimana caranya agar pengunjung perpustakaan merasa gembira dan berlomba-lomba untuk senantiasa mengunjungi perpustakaan? Bagaimana caranya agar pelajar dan masyarakat umum dapat menggunakan waktu luangnya untuk membaca-yang jauh lebih bermanfaat ketimbang menggunjing orang lain?
Manfaat buku sudah sangat jelas. Namun, mungkin manfaat buku masih abstrak , masih berada dalam pikiran kita, sehingga manfaat tersebut tidak mampu menggerakkan diri kita untuk membaca buku dan langsung memetik manfaatnya. Jika ini yang terjadi, salah satu kampanye membaca yang harus kita lakukan adalah dengan menunjukkan manfaat langsung dan konkret membaca. Dan itu tidak tidak cukup jika hanya berbentuk slogan atau kata-kata. Harus ada orang yang menunjukkan secara nyata, bahwa ketika dia selesai membaca, dia benar-benar mendapatkan manfaat membaca yang nilainya tiada tara.

E. Kesimpulan
Membudayakan gemar membaca memang bukan pekerjaan mudah, namun tetap usaha ini harus kita lakukan, demi menuju masyarakat yang dapat mencapai ke-akram-an Allah swt. Yang pada gilirannya dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa di mata masyarakat dunia.
Oleh karena itu, upaya penularan tehik-tehnik membaca yang menyenangkan, keteladanan, semangat-gairah membaca dan menunjukkan manfaat manfaat langsung dan konkret dari kegiatan membaca harus kita mulai. Upaya ini harus kita mulai dari diri kita, ruang-ruang pembelajaran, ruang guru, perpustakan-perpustakaan, instansi-instansi dan seterusnya, agar gema gemar membaca dapat dirasakan di mana-mana.
Peribahasa jawa mengatakan ”tresno jalaran soko kulino”, cinta tumbuh karena biasa. Peribahasa ini dapat pula kita terapkan dalam rangka membudayakan gemar membaca. Jika kita kulino (baca : terbiasa ) melakukan aktifitas membaca setiap hari secara kontinu, maka kegemaran akan membaca akan muncul dengan sendirinya. Dan ini bisa menjadi langkah awal membudayakan gemar membaca, sebelum kita merasakan manfaat langsung dari membaca.