Cari Blog Ini

Selasa, 09 Februari 2010

MELEJITKAN POTENSI PRIBADI SUKSES


Sesungguhnya tegak dan bangkit suatu ummat tidak akan pernah tercapai melainkan dengan adanya potensi-potensi dan kualitas kemampuan pada ummat itu sendiri, yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada mereka. (QS. Al-An'am: 165).
Sebuah keyakinan, bahwa segenap perubahan yang berawal dari bagusnya pemahaman dan pengembangan potensi yang dimiliki oleh ummat akan mampu membawa mereka kepada ruang perubahan yang lebih terang. Allah tidak perlu turun tangan untuk merubah mereka, karena perubahan akan tercipta dari segenap niat dan usaha mereka sendiri. (QS. Ar-Ra'd: 11).
Bagusnya sebuah pemberdayaan dan pengaturan atas potensi yang dimiliki merupakan tuntutan pembekalan yang seharusnya ada dimiliki oleh setiap individu yang menjadi bagian ummat tersebut untuk selalu menjaga dan memeliharanya. Secara garis besar semua dimaksudkan untuk dua hal:
Pertama: Sesungguhnya merupakan sunnatullâh yang tersaji dalam potensi-potensi ini, begitu sedikit terdapat pada ummat. "Hanya saja manusia laksana ratusan onta yang hampir sama sekali engkau tidak mendapatkan padanya pengembara." Adapun yang dimaksudkan dengan potensi pengembara yang setiap amal membutuhkannya: yaitu potensi itu sendiri.

Kedua: Apa yang kita lihat dari sekawanan permusuhan yang difokuskan oleh para musuh-musuh terhadap kita pada masa sekarang ini; dengan tuntutan kebutuhan ummat kepada permusuhan tadi. Sungguh ini tidak akan menghasilkan apa-apa melainkan hanya buah yang pahit. Hari-hari berlalu tanpa sedikit makna terpahami. Dan aktifitas-aktifitas masih saja begitu-begitu saja. Menjadi lubang-lubang yang tidak tertutupi, laksana sebuah ladang tak bertanah, tak ada yang nampak sama sekali.
Allah menyayangi pribadi yang mengetahui kemampuan dirinya dan mewujudkan kesyukurannya lewat beragam kreatifitas dan aktifitas pengembangan diri. Dan kasih sayang Allah juga untuk para penyeru dakwah yang mengetahui kadar kemampuannya dan potensi orang-orang di sekitarnya serta mereka berusaha dengan maksimal mengarahkan dan meletakkanya pada tempat yang tepat meskipun sangat sedikit ruang batasan dan aktifitas yang akan tercipta. Yang penting dapat membuahkan dan menghasilkan. Minimal, mendekati hasil yang diinginkan. Sesuatu yang sedikit menghasilkan dan mampu berjalan secara terus-menerus akan lebih baik daripada banyak namun jarang dan tidak membuahkan hasil sama sekali. "Bukankah Allah sangat menyukai sebentuk amal yang dapat dikerjakan terus-menerus walau sangat sedikit nilai dan rupanya!" Sebuah keberuntungan bagi para penyeru dakwah, merupakan penghematan yang dapat diwujudkan pada satu waktu dengan aktifitas-aktifitas lain dan satu bentuk sumbangsih bagi agama. Tidak ada seruan untuk kemalasan, kelemahan dan kegamangan. Tidak ada peluag bagi kerendahan semangat dan kesenangan yang fatamorgana. Ingatlah: "Sesungguhnya kewajiban itu lebih banyak dari waktu yang tersedia."
Betapa banyak kita melihat dan menyaksikan seruan kepada aktifitas-aktifitas yang beragam, akan tetapi tidak mampu untuk memancing serta menggerakkan potensi yang sudah ada. Namun berjalan sesaat untuk akhirnya kembali membuat kita tidak bisa berbuat banyak dengan potensi yang sudah ada. Menjadi bahan mentah yang tidak dapat digarap serta dikembangkan. Akankah ia menjadi nikmat namun kita tidak pandai mensyukurinya dengan kemampuan untuk mengolahnya. Sehingga setiap rintangan yang menghadang hanya dapat dihadapi dengan keluhan panjang. Lalu, "Nikmat Tuhan manakah yang kamu ingkari?".
Potensi dan kemampuan menakjubkan keluar dan mengarah kepada kita setiap hari, namun sesungguhnya apa yang dihasilkan oleh pikiran dan potensi mereka penyeru permusuhan berlawanan dengan potensi yang dimiliki oleh para penyeru kebaikan dengan luasnya kesungguhan mereka. Mereka selalu berseru: "Jika da'wah adalah bunga-bunga yg siap mekar, maka serbukkanlah sarinya agar ia mewangi ke seluruh penjuru dunia."
Maka setiap amalan hendaknya melangkah dengan langkah yang pasti dan jalur yang jelas sehingga setiap usaha yang dilakukan dapat mencapai tujuan dan tempat yang dicita-citakan. Segalanya akan condong kepada keberhasilan, dengan izin Allah SWT. Adapun penyaluran potensi dalam ruang aktifitas yang banyak dan beragam dengan tuntutan bahwa hal itu adalah gambaran kebutuhan ummat, maka sesungguhnya ini tidak akan membuahkan melainkan hanya buah yang pahit. Hari-hari berlalu tanpa sedikit makna terpahami. Dan aktifitas-aktifitas masih saja begitu-begitu saja. Menjadi lubang-lubang yang tidak tertutupi, laksana sebuah ladang tak bertanah, tak ada yang nampak sama sekali padanya.

Anugerah Waktu
Adalah sebuah kerugian yang sangat besar apabila seorang hamba tidak dapat menggunakan potensi waktu yang telah diberikan Allah, dengan sangat baik dan optimal, sebagaimana firman Allah yang tertera dalam Al Qur'an surat Al Ashr 1-3.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Menurut Nabi Muhammad saw. rata-rata usia umatnya sekitar 60 tahun. Waktu kita sama dalam sehari 24 jam. Cara kita menggunakan waktu kitalah yang membuat kita berbeda
Jadi, jelaslah bahwa waktu adalah ukuran, timbangan keuntungan dan kerugian setiap manusia. Setiap orang memiliki potensi waktu yang sama, yaitu sejumlah 24 jam atau sehari penuh, dan waktu tidak bisa direm atau dihentikan. Orang yang sukses atau orang yang gagal, ahli surga atau ahli neraka, semuanya memiliki jatah waktu sama, yang membedakannya hanyalah cara mengelola waktu tersebut.
Jika dihitung, kalau usia kita mencapai 60 tahun dan menjadikan 8 jam sehari untuk tidur, maka dalam kurun waktu 60 tahun kita telah tidur selama 20 tahun. Itu artinya sepertiga dari waktu kita digunakan untuk tidur…!!! Dan itulah kebanyakan yang dilakukan manusia.
Menyikapi surat Al Ashr, Solihin Abu Izzudin menuturkan dalam bukunya, Zero to Hero, “Surat ini merupakan intisari bahwa hidup adalah kumpulan waktu. Yang tidak mampu menggunakan waktu dialah orang yang dijamin bakal rugi, persis orang yang sudah mati.”. Seperti perkataan orang bjak, “wujuduhu ka’adamihi”, keberadannya seperti tidak adanya.
Ada tiga hal yang tidak pernah kita dapatkan kembali :
1. Kata yang telah kitaucapkan;
2. Waktu yang telah lewat
3. Momentum yang diabaiakan

Imam Syahid Hasan Al Bana mengatakan, ”Ketahuilah, kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang tersedia,maka bantulah saudaramu untuk menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya dan jika anda punya kepentigan atau tugas selesaikan segera”.
Perkataan ini meggambarkan, betapa sedikitnya waktu yang kita miliki dibandingkan dengan pekerjaan besar, amanah yang mulia dan obsesi yang harus kita realisasikan. Seringkali kita merasa tidak punya kewajiban sehingga banyak waktu yang dibuang, banyak kesempatan yang dilelang, banyak momentum yang ditendang, dan nasehat ditentang, sehingga kebaikan pun melayang. Ironisnya kita sering menuding waktu yang mengakibatkan kita tidak mampu menunaikan kewajiban. Padahal itu terjadi lebih karena kita tak mampu menata waktu dengan cermat, suka menunda-nunda pekerjaan.
Mengapa kita seringkali kehilangan momentum ? Solihin Abu Izzudin menyebutkan ada 4 faktor yang menyebabkan kita kehilangan momentum, yaitu :
1. Kurang sensitif terhadap kebaikan
2. Tidak memiliki ilmu
3. Karena Allah menunda kesuksesan kita
4. Tidak proaktif
Untuk itu, kita patut meniru kunci sukses A Agym, yaitu 3 M. Pertama, mulai dari diri sendiri. Kedua, mulai dari hal yang kecil. Ketiga, mulai dari sekarang.
Tentunya dalam mengktualisasikan potensi diri, kita tidak perlu merasa gamang. Kita dapat melihat bagaimana orang-orang yang sukses mengawali kesusesannya. Kesuksesan mereka tidak diraih begitu saja dan berlandaskan pada asas ”kebetulan”. Tetapi kesuksesan mereka dibarengi dengan kerja keras, ketabahan dan keteguhan.
Thomas Alfa Edison, melakukan percobaan hingga ribuan kali sebelum akhirnya sukses menemukan bola lampu yang sangat dibutuhkan manusia. Ketika ditany, bagaimana ia bisa bertahan setelah ribuan kali gagal? Ia menjawab, ”Saya tidak gagal, tetapi menemukan 9994 cara yang salah dan hanya satu yang berhasil. Saya pasti akan sukses karena telah kehabisan percobaan yang gagal”.
Kita pun dapat menimati hasil jerih payah dan ketabahan Charles Goodyear yang membuahkan ban yang memungkinkan mobil melaju kencang, Bethoven yang menciptakan musik yang inspiratif, Wright bersaudara yang menciptakan pesawat terbang.
Eugenio Barba, yang dikutip oleh Solihin Izzudin, menuturkan, ”Secara sederhana, kegagalan adalah situasi tak terduga yang menuntut transformasi dalam sesuatu yang positif. Jangan lupa bahwa Amerika Serikat merupakan hasil dari kegagalan total. Karena Columbus sebenarnya ingin mencari jalan ke Asia”.
Muhammad Natsir mengatakan, "Sejarah telah menunjukkan, tiap-tiap bangsa yang telah menempuh ujian hidup yang sakit dan pedih, tapi tidak putus bergiat menentang marabahaya, berpuluh, bahkan beratus tahun lamanya, pada satu masa akan mencapai satu tingkat kebudayaan yang sanggup memberikan penerangan kepada bangsa lain.", Pedoman Masjarakat, 1936

Kita terlahir ke dunia dalam keadaan tak punya dan tak tahu apa-apa. Allahlah yang menganugerahkan berbagai perangkat agar kita dapat eksis di muka bumi. Allah berfirman :

”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An Nahl : 78)
Ada sebuah ilustrasi sederhana yang menarik dituturkan Solihin Abu Izzudin. Ada sebuah gudang besar berisi tiga ton besi. Tiap satu ton berharga satu juta rupiah. Satu ton dibawa ke Jerman, diolah menjadi Mercedes Benz berharga satu milyar. Besi yang satu ton lagi dibawa ke Jepang mengolahnya menadi mobil Toyota seharga lima ratus juta rupiah. Dan yang satu ton lagi dibawa ke sebuah home industri di Jawa untuk dibuat cangkul, parang, pisau, wajan, sekop dan sejenisnya yang dilakukan dengan kerja keras dan bermandikan keringat. Jadilah alat-alat itu seharga satu setengah juta rupiah. Setelah Mercedes benz, Toyota dan cangkul serta sejenisnya dihancurkan kembali menjadi besi dan ditimbang, ternyata harganya kembali sama, masing-masing satu juta rupiah.
Dari ilustrasi ini kita dapat menarik kesimpulan, bahwa barang atau orang yang berangkat dari start yang sama bisa bernilai beda tergantung pada pengetahuan, kemauan dan kemampuan dalam memperlakukannya. Jadi kuncinya adalah bagaimana kita melakukan percepatan diri, apakah menjadi Mercedes Benz, Toyota ataukah cangkul dan sejenisnya? Wallahu A’lam bishshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar